Ada Yang Berubah Di Negeri Air Tondano

SULUTHEBAT.COM, Minahasa – Tondano adalah Negeri Air yang dihuni oleh Tou Minahasa; nama tempat ini berasal dari kata tou yang berarti manusia atau yang hidup dan rano yang berarti air, dalam teori bahasa (linguistik) mengalami alomorf sehingga dari tou rano – tou dano – Tondano. Tondano adalah tempat hidupnya manusia-manusia air yang melakukan kegiatan pertanian sawah (kobong pece) dengan teknik irigasi dan juga perikanan (karamba) dengan memanfaatkan danau yang ada di tempat ini.

Ketika melintasi jalan dari Tonsaru menuju Roong kita akan menikmati beberapa pemandangan sekaligus. Tampusu; ada gunung yang sering didaki oleh para pecinta alam yang memiliki daya tarik tersendiri karena terdapat danau kecil ± 100 m dari puncaknya. Kita juga bisa melihat Gunung Masarang sambil menikmati rumah-rumah di atas air di pinggir jalan dengan arsitektur gaya gabungan Minahasa-Eropa.
Di sore hari yang cerah dengan udara yang sejuk dingin ada lanskap alam lengkap dengan indahnya sawah-sawah sementara kuda-kuda memakan rerumputan. Kuda-kuda ini digunakan untuk jasa transporatasi tradisional yang namanya bendi. Itu disuguhkan sebelum kita sampai di Benteng Moraya, tempat bersejarah yang menyimpan semangat nasionalis. Monumen ini dibuat untuk mengenang perlawanan orang Minahasa terhadap penjajah Spanyol, Portugis, dan Belanda. ± 100 m sesudah itu di pertigaan jalan ada patung Korengkeng-Sarapung yang berdiri tegak; pahlawan Minahasa yang melawan Spanyol.
Satu lagi, hampir lupa. Jika anda masuk ke dalam Benteng Moraya di sana ada kuburan batu (sarkofagus) yang di sebut waruga. Ini adalah objek wisata sejarah dan kultural karena kadang-kadang ada juga penari kawasaran (tarian perang) yang datang di tempat itu. Wilayah ini disebut Minawanua yang artinya kampung lama. Anda boleh saja selfie ataupun welfie tapi jangan duduk di atas waruga ya.

Jika anda pernah datang di Tondano pada tahun-tahun sebelumnya, sumpah, sekarang sudah banyak perubahannya. Dulu mungkin orang kenal hanya danaunya yang banyak eceng gondok, (Opps! Belum ada perhatian pemerintah?). Atau mungkin wisata kuliner di bole (boulevard) yang terkenal dengan makanan khas (gastronomi) kolobi; sate atau tumis biak/keong yang hidup di air tawar. Sekarang bahkan sudah ada wisata alam seperti Tree House Puncak Urongo yang dilengkapi dengan flying fox untuk trainning outbound dan masih banyak destinasi pariwisata lainnya. Percaya atau tidak, datang saja ke tempatnya biar dapat buktinya. (Swd)


