Berkas Marlina Tunda, Tiga Saksi Terancam Dijemput Paksa

MANADO – Mangkir panggilan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Da’wan Manggalupang, tiga saksi kasus korupsi dana Tunjangan Penghasilan Aparat Pemerintah Desa (TPAPD) Pemkab Bolmong siap dijemput paksa.
Kasus yang menyeret mantan Bupati Bolmong inisial MMS alias Marlina, tiga saksi masing-masing Suharjo Makalalag, Ikram Lasinggaru, dan Samsul Mokodompit dianggap pandang enteng panggilan JPU ketiga kalinya.
“Sudah tiga kali mangkir, kita siap jemput paksa begitu keluar surat penetapan Majelis Hakim,” ungkap JPU Manggalupang.
Dia menambahkan, jika surat penetapan Majelis Hakim yang diketuai Sugiyanto, didampingi Halidja Wally dan Nich Samara dikeluarkan besok Kamis (27/04), pihak JPU segera jemput paksa para saksi.
“Insya Allah, keluar besok penetapannya,” tandas Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) Kotamobagu ini.
Diketahui, sidang perkara Marlina dijadwalkan, Rabu (26/04) namun kembali tunda gara-gara kealpaan para saksi dimaksud. Atas dasar itu, Ketua Majelis Sugiyanto menunda lagi persidangan hingga pekan depan.
Keterlibatan Marlina pada kasus korupsi TPAD Bolmong 2010, menurut dakwaan JPU, terungkap mantan Bupati Bolmong menggunakan modus pinjam guna menikmati miliaran uang negara.
Terdakwa Marlina saat itu menghubungi Mursid Potabuga, selaku Kepala Bagian (Kaban) Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Pemkab Bolmong. Awalnya terdakwa menanyakan kapan dana TPAPD dicairkan. Potabuga menjawab, semua tergantung Kepala Dinas, Rahmat Mokodongan. Meresponi itu, Mokodongan yang juga berada di sana langsung mengatakan, besok hari bisa dicairkan asal administrasi semuanya lengkap.
Selanjutnya terdakwa Marlina menghubungi saksi Suharjo selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penanaman Modal dan Statistik (BP3MS) Bolmong, dan meminjam dana TPAPD sebesar Rp1 miliar. Konsekuensinya dalam waktu dua minggu dana tersebut digantikan dengan dana di BP3MS Pemkab Bolmong.
Pada tanggal 8 Juni 2010, Astuti lalu menarik dana TPAPD Triwulan II sebesar Rp2,9 miliar lebih, dan menyerahkannya kepada Potabuga. Setelah dana berada di bawah penguasaan Potabuga, sebanyak Rp1 miliar kemudian diserahkan kepada terdakwa di rumah dinas Bupati Bolmong.
Sementara, sisanya Rp1,9 disimpan di rekening pribadi Potabuga. Keesokan harinya, tanggal 9 Juni 2010, Potabuga lalu membuat surat peminjaman, seolah-olah dana tersebut dipinjamkan kepada Suharjo. Kemudian surat ditanda tangani Suharjo, disaksikan Farid Asimin dan Mokodongan.
Menariknya, guna menutupi semua pelanggaran ini, pada tanggal 27 Juli 2010, Astuti kembali diminta untuk mencairkan dana triwulan III, dan dana sebesar Rp2 miliar lebih kembali ditarik dan ditransferkan ke rekening Potabuga. Dana itulah kemudian digunakan Potabuga untuk membayar triwulan II, sedangkan untuk triwulan III masih belum bisa dibayarkan sebab dana tidak mencukupi.
Begitu, terjadi peralihan jabatan dari Potabuga ke Cimmy C P Wua. Tanggal 27 September 2010, terdakwa kembali berulah dengan menyampaikan kalau dirinya butuh dana sebesar Rp250 juta. Dan Wua pun menyanggupi permintaan MMS dengan menggerogoti dana triwulan III, yang telah berada di bawah penguasaannya.
Atas aksi tersebut, tim JPU akhirnya mendakwa bersalah MMS dengan menggunakan undang-undang tindak pidana korupsi.(aryanto sumual)