Juni 3, 2023

Gelar Diskusi Publik Revolusi Industri 4.0 Dan Peradaban Tou Minahasa, Saron: Budaya Dan Teknologi Harus Berjalan Seirama

AMURANG-Di tengah hiruk pikuk politik menjelang pemilu legislatif April 2019, sejumlah masyarakat justru menggelar diskusi publik dengan tema, Revolusi Industri 4.0 Dan Peradaban Tou Minahasa, Jumat, (23/2/2019) kemarin di Cafe Gulmer Bitung-Amurang. 

Diskusi yang diselenggarakan oleh Metal Squad Minsel, bekerja sama dengan Forum Mahasiswa Nasionalis (Formunas) Minsel dan Saron Institute dimoderatori oleh Gia Potu. Hadir sebagai pembicara sejarahwan dan akademisi Drs. Fendy Parengkuan, MSi, sejarahwan muda Rendy Palendeng serta mantan aktivis mahasiswa 98 yang juga Dewan Pembina Saron Institute, Sandra Rondonuwu, STH, SH. 

Dalam pemaparannya, Fendy Parengkuan menjelaskan bagaimana geliat masyarakat Minahasa (bangsa Minahasa) yang sudah sejak jaman dulu ketika gadis belasan tahun seperti Stin Adam yang sudah berperan di Konggres Pemuda 1928 waktu itu. Sehingga perubahan seperti apapun, termasuk di era revolusi industri 4.0 ini tentu tidak akan membuat orang (tou) Minahasa tergerus oleh jaman. Walau demikian Parengkuan menghimbau agar Tou Minahasa tidak lengah dengan kemajuan teknologi serta jangan mau diperbudak. 

Sejarahwan muda, Rendy Palendeng mengajak agar generasi milenial untuk mau mempelajari sejarah. Karena dari sejarahlah Tou Minahasa bisa berkaca sehingga menghadapi era teknologi informasi yang sangat pesat ini tidak akan ditelan oleh jaman. 

Sementara, Sandra Rondonuwu (Saron, red), mengungkapkan era ini harus menjadi kesempatan bagi masyarakat di Minsel dan Mitra untuk lebih kreatif dan inonvatif. 

“Sekarang ini segala sesuatu dihubungkan dengan teknologi internet atau apa yang disebut dengan internet of thing. Sehingga justru ini adalah peluang yang terbuka bagi kita semua, terutama para generasi milenial untuk bisa mendapatkan manfaat besar dari bisnis online hingga  pemanfaatan database yang mempermuda kita dalam segala aspek,”tutur Saron. 

Hanya saja, menurut Rondonuwu,  kemajuan teknologi ini harus seimbang dengan pemahaman dan penghayatan budya dan sejarah masyarakat Minahasa. 

“Kalau tidak malah, kita akan terjebak dalam kultus teknologi bahkan bisa terjadi salah pemanfaatan yang berujung negatif seperti kasus prostitusi online, penyebaran hoaks dan propaganda negatif seperti yang setiap hari kita saksikan,”imbau Sandra Rondonuwu. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *