Juni 1, 2023
Alkitab Bahasa Manado yang dipajang di kantor LAI Manado.

SULUTHEBAT.COM, Manado – Akhir-akhir ini Sulawesi utara (Sulut) dibuat geger dengan adanya terbitan Alkitab Bahasa Manado (ABM) oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI).

Pro dan kontra terhadap peluncuran alkitab ini ramai di media sosial. Bahkan ada segelintir orang yang “menggiring” jemaat untuk menolak dan meminta agar ABM tersebut ditarik kembali.

Kepala Perwakilan LAI Ansye Titaheluw saat ditemui di ruang kerjanya menyampaikan bahwa kurangnya terbitan dalam Bahasa Manado adalah sebab mengapa membaca ABM terasa lucu.

“Mungkin karena tidak banyak terbitan dalam Bahasa Melayu Manado dalam bentuk tulisan. Artinya lebih banyak orang bercakap dengan bahasa tersebut atau bahasa lisan. Ketika bahasa itu dituangkan dalam bentuk tulisan yang resmi, itu memang rasanya lucu. Itu juga yang kami alami saat membaca Perjanjian Baru (PB) Manado. Rasanya seperti mendengar cerita yang sedang dituturkan, karena tadi, dari bahasa lisan kemudian dituangkan jadi bahasa tulisan,” tutur Ansye Selasa, (15/08/2017).

Ditanya alasan bahasa Manado, yang dianggap “kasar” itu, dijadikan bahasa Alkitab, Ansye menyampaikan bahwa Bahasa Manado tidak kasar. Dianggap demikian karena selama ini digunakan hanya sebagai bahasa percakapan.

“Jadi saat dituangkan menjadi bahasa tulisan, itu yang rasanya kok kasar gitu. Orang Manado bilang ‘rasa beda dang’. Tapi saya kira tidak. Karena memang itu biasanya digunakan secara lisan kemudian dibuat secara tulisan, nggak tanggung-tanggung lagi dalam kitab suci, jadi orang berpikir ‘itu kasar kok dimasukan dalam Alkitab ya’.”

“Tapi saya rasa tidak. Karena itulah Bahasa Manado dengan segala keberadaannya dan itulah Bahasa Manado,” tuturnya kepada awak media suluthebat.com saat menyambangi kantor LAI di Jln. Diponegoro, Mahakeret, Wenang, Kota Manado.

Ditambahkannya, keterlibatan LAI dalam proses penerjemahan adalah sebagai konsultan. LAI terlibat di tahun-tahun terakhir sebelum ABM diterbitkan.

“Kalau dalam kontrak kerja bersama memang tidak dari awal LAI terlibat. Karena, itu memang proyek dari 15 tahun. Di tahun-tahun terakhir itu LAI baru terlibat. Maka dari itu keterlibatan LAI itu juga sudah sama-sama mengenal ‘oh pola kerja LAI begini, Bible Translation begini, PPA GMIM begini’.”

“Kami bermitra dalam penerjemahan, juga di hal yang lain, jadi ini supaya tidak hanya dua mata yang melihat. Dari PPA GMIM sudah melewati tahapan-tahapan yang dilewati untuk sebuah proyek penerjemahan, baru kita terlibat. Keterlibatan LAI sebagai konsultan jadi LAI mengutus konsultan untuk terlibat dalam penerjemahan ini,” ucapnya lagi. (Yanli/Iswan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *