Mei 28, 2023
Komunitas seni budaya yang berkunjung ke situs di Likupang dan Kokole. Foto: Stiven Sumual.

Ulasan: Iswan Sual

Mentari belumlah tampak. Udara masih dingin. Namun beberapa orang sudah tinggalkan ranjang dan bersiap-siap. Sedia beranjak ke tiga kampung atau wanua wilayah adat Tonsea, Minahasa. Dari masing-masing kampung  berangkatlah mereka ke kota Bitung, tempat yang sudah dipilih sebagai titik kumpul. Mereka adalah komunitas budaya Waraney Wuaya, Kumeter Tonsea dan Kelung Um Banua.

Kampung pertama yang mereka datangi adalah Batu. Di situ terdapat waruga Dotu Roti. Menurut cerita, semasa ia hidup, dia adalah salah seorang pemimpin perang yang paling berperan tatkala melawan Mangindano yang banyak membuat onar di tanah Minahasa atau Malesung. Setelah itu komunitas yang dipimpin Rinto Taroreh itu menuju ke Likupang. Disana ada beberapa situs. Salah satunya ialah tempat dimana Dotu Mantiri dimakamkan.

Habis itu mereka bertandang ke tiga kampung tua di desa Kokole, yakni Kokole Oki, Sawangan dan Kamanga. Sayangnya, situs di Kokole Oki sudah hancur dan tak terlihat ada upaya pemugaran dari pihak terkait. Di Sawangan masih terdapat situs batu bekas tumpuan rumah para leluhur dulu.

Sebenarnya apa tujuan dari ritual Lumales ini? Melalui ponsel, Rinto Taroreh, mengatakan bahwa Lumales merupakan kegiatan kunjungan ke tempat-tempat, dimana leluhur pernah berkarya sewaktu hidup. Dia dan komunitasnya meyakini bahwa situs budaya menyimpang hikmat. Di tempat seperti itu mereka bisa berefleksi untuk memaknai nilai-nilai luhur. Selain itu, Lumales mengingatkan kembali kepada mereka apa sesungguhnya arti dari mengikuti jalan leluhur.

Lumales itu bapigi. Sama dengan baku dapa deng orang, masi lebe bagus pigi langsung di rumah daripada bakudapa di jalang. Sadiki informasi ato sekilas kalu nda baku dapa langsung. Deng torang bole kenal lebe dekat. Lumales hari ini dimaknai sebagai menapaki ulang jalan leluhur…. Torang bole tengo penanda budaya, dapa depe hikmat. Torang lei boleh barefleksi. Karna, kalu dorang nda ada, torang lei nda ada. Torang bole tau bagimana lei dorang pe perjuangan dulu. Ada depe nilai-nilai. Mo kase inga ulang kalu berbudaya bukang cuma bicara tapi juga menata budaya. Deng Lumales, torang ada kesempatan kase bersi tu situs,” kata Taroreh yang biasa disapa sebagai tonaas ini.

Rinto Taroreh juga mengatakan, tanda-tanda heran yang mereka temui di lokasi situs-situs pada Kamis (29/6/2017) kemarin bermakna leluhur sedang ada bersama mereka dan akan senantiasa melindungi mereka bila terus berjalan di jalan yang benar yang sudah diajarkan. Ketika disinggung soal kian bertambahnya komunitas budaya hari ini, dia mengatakan bahwa para leluhur seperti Opo Wagiu dan Pinantik berpesan bahwa orang Minahasa harus pandai melihat situasi dan tidak muda terbawa arus.(Is)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *