Makam Pahlawan Nasional Sam Ratulangi; Objek Wisata Sejarah

SULUTHEBAT.COM – Siapa yang tak kenal Sam Ratulangi? Banyak orang pasti kenal tokoh nasional yang berasal dari Minahasa ini. Tapi mungkin kebanyakan orang hanya mengenalnya sekedar saja tidak lebih; apalagi di kalangan generasi muda atau anak sekolahan. Bahkan pun mungkin sampai di kalangan perguruan tinggi dan universitas tidak mengenalnya. Mengenal di sini dalam pengertian yang lebih dalam, artinya mengenal pemikiran tokoh Minahasa modern ini. Terkait kehidupan, partisipasinya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, serta pemikiran filosofisnya yang patut menjadi salah satu landasan pendidikan dan program membangun Indonesia.

Pertanyaannya seberapa banyak orang yang telah membaca tulisan-tulisan Sam Ratulangi? Apakah buku-buku tentangnya tersedia di setiap perpustakaan sekolah, perguruan tinggi, dan universitas? Atau bahkan di perpusatakaan daerah Sulawesi Utara tidak bisa ditemukan satu pun tulisannya? Jika semua jawaban dari pertanyaan ini negatif maka bisa dimaklumi tidak adanya aktualisasi pemikiran Sam Ratulangi dalam iklim pendidikan di Sulawesi Utara khususnya.

Makam Pahlawan Nasional Dr. G. S. S. J. Ratulangi di Tondano adalah tempat yang dapat dijadikan objek wisata sejarah. Oleh karena selain kubur dan monumen, kita juga dapat melihat relief-relief yang memuat tentang sejarah dan pemikiran Sam Ratulangi. Tempat ini cukup luas dan kadang orang datang berziarah membaca puisi, upacara dalam rangka hari nasional, atau hanya sekedar berfoto ria. Tetapi ada baiknya juga jika anak-anak sekolah diajak oleh guru sejarah untuk berkunjung mendekatkan mereka dengan dunia sekitar. Oleh karena juga ada cukup banyak objek wisata sejarah di Tondano beberapa di antaranya adalah Benteng Moraya Minawanua, Loji, Makam Kiai Mojo, dll. Sejalan dengan himbauan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) bahwa peserta didik jangan hanya dikurung dalam ruangan tapi dibawa keluar untuk melihat dunia nyata, mengamati proses kerja dan juga melihat bukti-bukti sejarah. Ini sebagai kritikan presiden terhadap rutinitas pendidikan di Indonesia yang memisahkan peserta didik dari kenyataan.