PANCASILA DALAM PANCAROBA
Beberapa tahun terakhir banyak orang menulis, atau juga hanya sekedar membuat status di media sosial, tentang Pancasila terkait Hari Lahir Pancasila pada tanggal 1 Juni. Sampai hari ini Pancasila masilah menjadi perdebatan hangat di kalangan akademisi, aktivis, dan politisi serta masyarakat umum. Ini dikarenakan ada dua rejim politik di Indonesia yang sangat bertentangan tapi tetap mengklaim pengamal Pancasila; rejim Soekarno dan rejim Soeharto. Soekarno dikenal sebagai salah satu founding father tetapi pemikirannya tidak banyak dikonsumsi oleh anak bangsa. Orang hanya mengetahui dia adalah sang proklamator dan juga orator ulung tanpa menelusuri lebih dalam pemikiran-pemikiran Soekarno yang sangat berwatak sosialis. Paska penggulingan Soekarno, MPR membuat ketetapan melarang ajaran Marxisme-Leninisme sehingga semua tema sosialisme pun hampir ikut punah di Indonesia. Dengan begitu pemikiran-pemikiran Soekarno ikut hilang dalam peredaran dunia intelektual. Tapi memang tak hanya Soekarno yang menulis soal sosialisme karena Hatta pun pandangan ekonominya sangatlah sosialistis; bapak koperasi Indonesia ini juga pemikiran-pemikirannya sangat sulit diakses massa. Orde Baru menerbitkan buku-buku yang mendiskreditkan wacana-wacana sosialisme.
Pidato Soekarno dalam sidang pengusulan dasar negara, di depan sidang BPUPKI, semestinya menjadi dokumen yang harus diketahui oleh masyarakat luas untuk dikaji bersama. Oleh karena selesai Soekarno berpidato yang diterima oleh forum hanyalah nama dari dasar negara itu bukan seluruh usulan redaksionalnya. Soekarno mengusulkan lima sila tentang  kebangsaan atau nasionalisme, perikemanusiaan atau internasionalisme, musyawarah mufakat atau demokrasi, persatuan, dan ketuhanan yang berkebudayaan. Dari lima sila ini menurutnya dapat diperas menjadi tri sila dan pada intinya dapat juga menjadi eka sila yaitu gotong royong. Soekarno telah mempelajari ideologi-ideologi dunia mengenai kelebihan dan kekurangannya sehingga merumuskan suatu ideologi negara yang sesuai dengan kondisi objektif bangsa. Suatu ideologi yang bisa menampung semua suku, ras, dan agama. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk sehingga pluralisme haruslah menjadi landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada tanggal 1 Juni 1945 Pancasila lahir sebagai nama sementara redaksi lima butirnya dibahas oleh tim/panitia sembilan yang berangkat dari redaksi Piagam Jakarta dengan menghilangkan beberapa kata dalam sila pertama. Pandangan asli Soekarno tentang Pancasila dapat kita baca di kumpulan pidato dan kuliah umum tentang Pancasila. Oleh karena ada perbedaan yang sangat tajam antara wacana Pancasila di era Soekarno dan di masa Orde Baru. Para pengajar PMP/PPKN dan dosen-dosen yang mengajar mata kuliah Pancasila cenderung melakukan indoktrinasi karena memperlakukan Pancasila sebagai doktrin mati yang tidak bisa diperdebatkan (absolut). Siapa pun yang berbicara soal Pancasila tapi tidak sesuai dengan arahan pemerintah berkuasa maka akan dituduh subversif.
Bangsa Indonesia telah melewati jalan panjang perdebatan yang menjadi konflik berkepanjangan dan sampai menelan korban jutaan jiwa hanya karena perbedaan-perbedaan. Kegagalan memahami Pancasila dan pemikiran-pemikiran founding fathers membuat bangsa ini terus berada dalam lingkaran setan. Konflik horizontal, kemiskinan, kemerosotan akhlak, terorisme, dan segala macam konflik lainnya diakibatkan karena para penyelenggara negara juga gagal memahami Pancasila. Gagal memahami bahwa ideologi negara kita adalah sebuah bentuk pengakuan terhadap keberagaman sehingga tak perlu ada konflik horizontal antara agama, suku, dan ras. Gagal memahami bahwa Indonesia adalah kontrak sosial untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Dengan ditetapkannya 1 Juni sebagai Hari Nasional Hari Lahir Pancasila dan juga menjadi hari libur nasional semoga penghayatan bangsa Indonesia terhadap Pancasila akan lebih kritis lagi. Dan juga sangat diharapkan pemerintah membuka ruang demokrasi yang seluas-luasny bagi masyarakat Indonesia agar menjadi lebih dewasa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mampu hidup ditengah-tengah perbedaan dan mengakui perbedaan sebagai suatu modal bagi bangsa indonesia untuk maju menggapai cita-cita nasional. (Jorame Salean)