PERTARUNGAN KULTURAL DI KOTA MANADO

SULUTHEBAT.COM, Manado – Kota adalah peleburan berbagai budaya sehingga bisa dikata masyarakat perkotaan adalah multikulturalis. Bergeraknya masyarakat desa ke kota (urbanisasi) memadukan budaya masing-masing; ada yang kalah dan ada yang menang. Tetapi ada juga tantangan invasi budaya modern yang lebih besar yang berasal dari negara dan benua lain. Manado berada dalam pertarungan itu.
Keterbukaan masyarakat Minahasa terhadap perbedaan membuat Manado di isi dengan manusia dengan identitas yang berbeda-beda. Apa yang membuat Manado menjadi miniatur Indonesia dengan slogan bhineka tunggal ika adalah pengakuan terhadap perbedaan. Orang Minahasa yang menjaga ‘pengakuan’ itu sekaligus menentang semua usaha untuk mendominasi dan memaksakan ‘ketunggalan’. Tou Minahasa memiliki karakteristik liberal sehingga anti terhadap upaya-upaya homogenisasi.

Landscape Kota Manado yang multikultur itu mewujud dengan adanya bangunan-bangunan ibadah hampir semua agama di dunia. Orang-orang yang tinggal di kota ini sudah dari berbagai suku dan ras yang hidup berdampingan dan berinteraksi. Interaksi masyarakat Manado tentunnya simbiosis mutual sebagai wilayah pusat perdagangan. Kegiatan ekonomi selalu mensyarakatkan keamanan yang utama demi keselamatan modal dan usaha.
Berdirinya alun-alun kota dengan pusat perbelanjaan dan tempat-tempat hiburan di atas tanah reklamasi membuat tantangan kultural semakin tinggi. Budaya yang telah diindustrialisasi menjadi komoditas-komoditas memiliki intensi merubah perilaku budaya bagi yang membeli dan mengkonsumsinya. Kawasan megamass yang sangat digandrungi orang-orang muda mempertemukan mereka dengan intensi pamer fashion dan style yang dibeli dari kawasan itu.

Pembangunan kota membawa modernisasi yang menjadi tantangan bagi adat dan agama-agama karena perubahan perilaku masyarakat kota. Gerak modernisasi menuju pada masyarakat individualitas dan perilaku seksualitas di luar norma-norma; hedonisme. Kota dengan masyarakat yang terikat kerja membutuhkan tempat-tempat hiburan dan relaksasi yang juga sekaligus menawarkan jasa seksualitas. Memang sangat ironis ketika melihat adanya bangunan-bangunan agama yang megah tetapi perilaku masyarakat sudah jauh dari norma-norma agama. Dunia ekonomi membuat segala sesuatu praktis dan menyenangkan.
Di atas tanah yang direklamasi itu pun dibangun suatu tempat rekreasi yang dinamakan God Bless Park di mana ada patung dengan dua tangan terkunci menghadap laut. Patung itu pun membuat suatu makna semiotik yang bisa dinterpretasi dengan berbagai perspektif. Mungkin patung doa ini ditujukan kepada Poseidon sebagai dewa penguasa laut agar tidak mendatangkan badai, banjir, atau tzunami. Atau juga dimaksudkan sebagai simbol permohonan kepada dewa laut, dewa gunung, dan dewa langit untuk mengampuni dosa masyarakat kota. (Swd)