Saron: Minyak Kelapa Dalam Lebih Sehat

AMURANG-SULUTHEBAT. Produk kelapa dalam atau kelapa yang tumbuh subur di Sulawesi Utara sebenarnya memiliki banyak sekali manfaat bagi kesehatan. Hal ini disampaikan Sandra Rondonuwu melihat komoditas andalan Sulawesi Utara yang sedang terpuruk ini. Karena itu, Saron, sapaan akrab Sandra Rondonuwu, STH, SH, mengajak agar masyarakat lebih cerdas dan mampu melihat peluang ditenga kesulitan yang ada.
“Kelapa dalam, atau kelapa Sulut adalah jenis kelapa yang sangat potensial. Mulai dari minyak goreng kelapa atau crude coconut oil (CCO) yang juga sehat digunakan sebagai minyak goreng, sampai produk virgin coconut oil (VCO) adalah produk turunan kelapa yang potensial dikembangkan dan memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi.
Masalahnya adalah budaya instant masyarakat yang lebih senang membeli minyak kelapa sawit yang sudah tersedia di pasar dengan harga terjangkau. Padahal, lanjut Saron, minyak kelapa CCO justru lebih sehat dibanding minyak goreng sawit.
“Coba bandingkan di jaman kita masih menggunakan minyak kelapa dalam, rata-rata masyarakat lebih sehat dan segar. Bahkan dalam penelitian banyak sekali manfaat pada minyak kelapa yang bermanfaat bagi tubuh kita. Karena itu, kita harus kembali ke jaman ketika menggunakan minyak kelapa tradisional,”ajak Sandra Rondonuwu.
Lebih lanjut, Caleg DPRD SULUT PDIP Dapil V Minsel dan Mitra ini mengatakan, bila mayoritas masyarakat Sulut menggunakan minyak goreng kelapa ini, maka akan terjadi permintaan CCO yang cukup tinggi, sehingga nilai ekonomis produk kelapa bisa naik. Menurutnya, saat ini pihaknya sedang membina kelompok tani untuk memproduksi minyak goreng kelapa, dengan harga Rp. 250.000/galon atau kurang lebbig 5 liter. Maka harga per liternya kurang lebih Rp. 50.000. Untuk menghasilkan 1 liter CCO dibutuhkan kurang lebih 5 butir kelapa. Maka nilai ekonomis perkilo kelapa kupas kurang lebih 10.000. Ini jauh lebih menguntungkan dibanding bila dibuat menjadi kopra.
Masalahnya, menurut pegiat pertanian ini, kebutuhan minyak kelapa murni seperti CCO masih sangat terbatas, sehingga produksinya pun tidak terlalu banyak. Dengan demikian, konsistensi produksi pun tidak bisa berjalan dengan baik. Padahal, lanjut Saron, bila 30% saja penduduk menggunakan minyak kelapa murni, maka diperkiraka bisa terserap hingga 100 ton pertahun minyak atau setara dengan 500 ton kebutuhan kelapa. Belum lagi bila melirik pasar ekspor. Menurut catatan jurnal agricultur menyebutkan sebanyak 2.18 juta ton pertahun.
“Ini adalah potensi yang belum kita garap secara optimal. Karena itu, saya mengajak kita untuk memulai dari diri kita sendiri dulu. Mari pakai minyak kelapa murni. Bukan minyak sawit. Dengan begitu kita sudah bisa mulai merencanakan membantu petani kelapa memberikan nilai ekonomis yang lebih besar dari sekadar menjadikannya produk kopra. (timSH)